POJOKBANUA, BANJARBARU – Tambang rakyat intan di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru yang dahulu masuk wilayah Kabupaten Banjar disinyalir pernah menghasilkan berbagai jenis intan yang memiliki kadar karat fantastis.

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya Kalimantan, Mansyur menerangkan, berdasarkan penelitian oleh, L. K. Spencer dengan judul The Diamond Deposits of Kalimantan, Borneo: Journal Gems & Gemology, Summer yang diterbitkan pada tahun 1988, wilayah-wilayah yang menerima aliran air dari hulu Riam Kanan dikenal sebagai sungai-sungai Purba.

Sehingga, kawaan Kabupaten Banjar yang mendapat aliran Sungai Riam Kanan dan Sungai Riam Kiwa dengan sendirinya menjadi wilayah penghasil intan. Di antaranya; Kecamatan Cempaka dikenal dengan pendulangan Banyu Irang, Cempaka, Pumpung, Sungai Tiung, sampai ke Palam.

“Beberapa kawasan ini pernah menghasilkan intan besar seperti intan Tri Sakti, intan Galuh Cempaka, intan Puteri Nursehan, dan lain-lain,” beber Mansyur.

Pertengahan abad ke-19 sekitar tahun 1846 di wilayah Banjar-Martapura, ditemukan intan dengan ukuran berat 12, 13, 20, dan 21 karat. Dalam tahun 1850 diketemukan lagi intan Galuh Cempaka 1 seberat 106 dan 74 karat. Kemudian tahun 1856 intan seberat 103 karat milik Sultan Adam Al-Wasikubillah, dan tahun 1865 ditemukan pula intan seberat 25 karat.

“Tahun 1965 di pendulangan Cempaka ditemukan intan dengan ukuran berat 167,5 karat, yang dikenal dengan sebutan Intan Trisakti,” ungkap akademisi Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini.

Ia menjelaskan, pada tahun 1968 di pendulangan yang sama ditemukan pula intan seberat 29 karat, kemudian disebut Intan Galuh Cempaka 2. Tak lama, pada tahun 1969 dan 1970 ditemukan lagi intan dengan berat 26 dan 13 karat. Pada tahun berikutnya, sering sekali di berbagai pendulangan di Kabupaten Banjar ditemukan intan di atas 10 karat.

“Pada tahun 1990 ditemukan intan Galuh Pumpung seberat 98 karat, dan tahun 2008 intan Puteri Malu ditemukan di Antaraku Pengaron seberat 200 karat. Sementara pada masa pendudukan Jepang, banyak sekali hasil tambang intan berlian yang didapatkan Jepang pada areal Gunung Kupang Cempaka Banjarbaru,” paparnya.

Mansyur menerangkan, secara garis besar ada tiga fase kepemilikan tambang intan di Kalimantan Selatan (Kalsel), yakni fase kepemilikan para bangsawan Banjar. Kemudian fase kepemilikan Saudagar & pengusaha Eropa. Selanjutnya, fase Penjajahan Jepang 1945-1949. Terakhir fase kepemilikan para saudagar intan dan rakyat.

“Sejak tahun 1950 sampai tahun 1990 adalah fase ramainya pendulangan intan berlian di Kabupaten Banjar. Disebabkan banyaknya wilayah garapan yang dibuka, dengan hasil yang cukup memadai. Ditambah lagi, banyaknya pembeli dari luar negeri, seperti dari Belgia, Jerman, Hongkong, Korea, India dan lain lain,” tandasnya. (FN/KW)

Editor: Yuliandri Kusuma Wardani