Yuliandri Kusuma Wardani

  • Transisi energi termasuk kendaraan listrik didukung melalui program Gubernur Kalimantan Selatan terkait Gerakan Revolusi Hijau dengan Borneo Green Inveronment melalui Perda Nomor 7 tahun 2018, program Net Zero Emission Pemerintah Pusat pada tahun 2060, mendukung perjanjian Paris 2015 terkait COP 27 (forum pengambilan keputusan tertinggi dalam kerangka Konferensi Perubahan Iklim), perubahan zaman yang serba digital dan elektrik atau Electrifying Lifestyle.
  • Di Kalimantan Selatan, masih jarang ditemukan pengguna kendaraan listrik.
  • Pro dan kontra kendaraan listrik dianggap lebih mahal daripada kendaraan konvensional.

POJOKBANUA, BANJARBARU – Penasaran dengan penggunaan kendaraan listrik di Banua, kali ini Pemerintah turut menanggapi. Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas, Rachmat Mardiana menerangkan, sisi perolehan dari kendaraan listrik memang lebih mahal. Namun, jika dilihat dari biaya operasional justru lebih murah.“

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas, Rachmat Mardiana (kiri) bersama Direktur Aneka EBT Dirjen Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna (kanan).(Foto: yuli/pojokbanua)

Misal kita hitung, yang ekonomis ambil kendaraan 5 tahun ditambah biaya perolehan, operasi dan pemeliharaan itu juga mesti dibandingkan. Makanya disampaikan ada subsidi atau menurunkan biaya. Kita kurang paham juga tuh, bagaimana nanti kompetitifnya kendaraan listrik dengan kendaraan konvensional,” jelasnya kepada pojokbanua.com saat ditemui pada salah satu hotel di Jakarta usai memberikan materi pelatihan strategi kebijakan ke sejumlah awak media, Senin (30/1/2023).

Kata dia, pihaknya mendorong kendaraan listrik agar bisa diperbanyak karena berkaitan dengan polusi dan masalahnya kompleks. Selain itu, bukan hanya target pemakaian saja, tapi dilihat juga dari kondisi produksi di dalam negeri.

“Industri juga mesti dibangun, seperti apa kapasitas industrinya. Bisa mensupply berapa banyak. Misal, target 10 ribu tapi kita cuma memproduksi 2000, ya istilahnya awang-awang juga. Nah, itu yang perlu dibangun walaupun dari Pak Luhut terus gencar tapi eksistansi dari pemilik perusahaan-perusahaan besar industri kendaraan listik juga pasti agak resistan. Dilihat lagi apakah nanti peruntukan subsidi untuk golongan ekonomi lemah,” imbuhnya.

Senada, Direktur Aneka EBT Dirjen Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna turut membenarkan kendaraan konvensional agak resistan dengan kendaraan listrik.

“Kalau kita mau hitung-hitungan. Misal 1 liter pertalite 10 ribu, ya bisa berapa km, contoh 30 sampai 35 km itu yang matik. Sekarang kita coba hitung yang kendaraan listrik, dicas 2 hingga 3 jam, itu bisa sekitar 60 sampai 80 km. Terus 1 kWh, itu cuma sekitar 1500 sekian, kurang lebih Rp2 ribu. Tentu dari sisi hitungan selanjutnya, memang masih sangat murah dibandingkan dengan biaya fosil. Memang proses pengadaannya yang agak mahal, makanya Pak Luhut bilang akan memberikan subsidi untuk kendaraan bermotor. Kita coba lihat aja dulu,” timpalnya.

Terkait subsidi kendaraan listrik, saat ini tengah ramai diperbincangkan. Pada Rabu 1 Februari 2023 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan kebijakan atau aturan subsidi kendaraan listrik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan dikeluarkan pada pekan depan.

“Pemerintah akan memberikan pemotongan pajak penambahan nilai (PPN) mobil listrik dari 11% menjadi 1% saja. Sementara untuk motor listrik subsidinya Rp 7 juta. Target pangsa pasar kendaraan listrik Indonesia bisa mencapai 10%. Untuk mencapai itu, akan ada insentif untuk kendaraan listrik,” ucap Luhut, dikutip dari detik.com.

Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor (tengah) menjajal kendaraan listrik.(Foto: Humas PLN Kalselteng)

Terpisah, Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor merasa ada perbedaan ketika dirinya menjajal kendaraan listrik dengan kendaraan konvensional.

“Saat saya menggunakan kendaraan listrik, rasanya beda dengan motor biasa karena tidak berbunyi. Penggunaan kendaraan listrik ini tentu lebih hemat, tidak ada suara, jauh dari kebisingan, efisien dibanding kendaraan motor biasa, serta tidak ada asap,” tutur Paman Birin, sapaan akrabnya.

Sebagai salah satu bagian solusi, program percepatan penggunaan kendaraan listrik menjadi upaya pemerintah mengatasi pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi karbon gas buang kendaraan, dan mengurangi subsidi BBM. Tentu diperkuat dengan terbitnya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sedangkan untuk transportasi massal listrik untuk di Kalsel sendiri saat ini belum ada.

Sejalan dengan hal itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) mendorong gaya hidup green energy dengan terus menggaungkan program revolusi hijau melalui borneo green environment. “Sejalan gerakan revolusi hijau, melalui pengggunaan kendaraan listrik ini sama saja mengkampanyekan kepada masyarakat untuk mengajak semakin mencintai bumi dan menjaga lingkungan sebagaimana dituangkan dalam Perda Gubernur Kalsel Nomor 7 Tahun 2018,” imbuhnya.

Kata dia, dampak dari emisi gas rumah kaca atau penipisan lapisan ozon sangat membahayakan bumi dan sebagai mahluk hidup harus bergerak dan berusaha meminimalisir dampak tersebut, salah satunya melakukan gerakan revolusi hijau seperti dengan penggunaan kendaraan listrik yang ramah lingkungan.

Kasubag Perlengkapan dan Penatausahaan Aset Sekretariat Daerah pada Biro Umum Setdaprov Kalsel, M Razief mengaku sudah menerima inpres tersebut. Namun, Pemerintah Daerah tidak bisa langsung menggelar pengadaan kendaraan listrik sebelum ada petunjuk turunannya.

“Biasanya kalau ada inpres, ada turunan lagi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Setelahnya, baru diterbitkan peraturan gubernur (pergub). Kemudian, perintah penganggaran dari sekretaris daerah juga tergantung ketersediaan anggaran. Jadi tidak bisa langsung,” tambahnya.

Sementara itu, Kabid Perencanaan Anggaran Daerah pada Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel, Fatkhan membeberkan, selain harga mobil yang masih mahal, regulasi pedoman penyusunan APBD dari Kemendagri juga belum ada. (KW)

CATATAN:
Seri liputan tentang Kendaraan Listrik di Kalsel ini hasil kerja sama antara pojokbanua.com dengan The Society of Indonesian Enviromental Journalists (SIEJ) dan Clean Affordable and Secure Energy for Southeasth Asia (CASE) dalam program Pelatihan bagi Jurnalis Media Online dan Digital “Membangun Narasi Transisi Energi.”
Mentor: Laban Abraham (Narasi)