POJOKBANUA, BANJARBARU – Aktivitas tambang rakyat di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru yang selama ini dilakukan secara turun temurun, berada di ujung tanduk. Pasalnya, aktivitas ini tak diperbolehkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Selatan (Kalsel).

Diakui Wakil Wali Kota Banjarbaru, Wartono, jika aktivitas tambang rakyat yang berfokus pada intan dan pasir ini dihentikan, dikhawatirkan akan timbul gejolak di masyarakat.

“Kalau (tambang rakyat) itu dihentikan, memang bakal terjadi gejolak dari penambang itu. Karena penghasilannya terhenti,” ujarnya di Banjarbaru, Kamis (19/1/2023) siang.

Ditambahkan orang nomor dua di Banjarbaru ini, tambang rakyat selama ini menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Kecamatan Cempaka secara turun temurun.

Ditanya solusi jika seandainya pembicaraan terkait tambang rakyat ini mandek, Wartono tidak menampik harus ada solusi lain yang diberikan kepada warga setempat.

“Kita memahami sekali bahwa penambang rakyat yang dilakukan turun temurun itu, memang mencari intan,” bebernya.

Namun, dirinya tak menampik, tak setiap hari masyarakat mendapatkan intan dari aktivitas tambang rakyat. Sehingga, dari aktivitas ini, muncul galian pasir yang oleh masyarakat setempat dijual untuk kebutuhan sehari-hari.

“Penghasilannya pun tidak seberapa untuk makan oleh para penambang itu,” lugasnya.

Sebelumnya pada Rabu (18/1/2023), Ketua Komisi III DPRD Banjarbaru, Emi Lasari juga berharap agar ada solusi yang diberikan kepada masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas tambang rakyat.

Menurutnya, jangka panjang yang juga perlu dipikirkan adalah alih pekerjaan untuk masyarakat Kecamatan Cempaka. Tentunya dengan mendorong berbagai potensi aktivitas ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja.

“Makanya mengapa kita hanya minta dipertimbangkan mengenai pertambangan rakyatnya. Karena ini bicara soal piring nasi masyarakat, bukan bicara soal kelompok orang yang memperkaya dirinya sendiri,” tuntasnya usai rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPRD Kalsel di Banjarmasin kemarin. (FN)

Editor: Gusti Fikri Izzudin Noor