POJOKBANUA, BARABAI – Ratusan masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kepemudaan (OKP), mahasiswa, masyarakat adat, tokoh agama hingga masyarakat sipil se Kalimantan Selatan “menyeruduk” Gedung DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Selasa (25/10/2022).

Ini merupakan buntut dari kemarahan sekaligus kekhawatiran masyarakat atas maraknya penambangan ilegal di Kabupaten HST yang disinyalir memperparah kondisi bencana dan mengancam kelestarian Pegunungan Meratus.

Mulanya, peserta aksi di bawah koordinasi Gembuk HST dan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) HST melakukan aksi long march mengelilingi area Lapangan Dwi Warna Barabai, dengan membawa beragam spanduk berisi penolakan aktivitas tambang di HST. Lalu, secara bergantian masa aksi melakukan orasi di Depan Gedung DPRD HST.

“Kami secara tegas menolak adanya aktivitas pertambangan batubara baik itu legal maupun ilegal, perkebunan kelapa sawit, dan perambahan hutan di Wilayah HST,” ucap KNPI HST, Selimi.

Sementara itu, mantan Direktur Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Berry Nahdian Forqan, turut bergabung membersamai masa aksi. Ia membeberkan terkait sektor ekonomi pertambangan itu yang lebih mensejahterakan golongan daripada masyarakat.

“Penelitian tahun 2005, salah satu perusahaan tambang di Kalsel mengangkut duit dalam satu tahun 74 triliyun per tahun mendapatkan keuntungan, sedangkan yang tebulik ke Kalsel hanya 1,2 triliyun dan itu pun dibagi lagi ke Provinsi dan Kabupaten/kota se Kalsel. Inikah yang disebut keadilan,” ujar mantan Wakil Bupati HST ini.

Di kesempatan yang sama, Ketua APAM HST, M. Rifani juga turut menyuarakan kekhawatirannya melalui pembacaan puisi Meratus yang tersisa.

“Saya juga turut mempertanyakan proses penegakan hukum terkait perusakan Meratus dari maraknya dugaan illegal logging dan illegal mining,” tutur pria yang kerap disapa Dati Manggasang.

Di samping itu, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) HST Abdul Hadi juga turut menolak adanya pertambangan ilegal itu. “Seharusnya para pelaku penambangan ilegal itu juga turut dikenakan sanksi adat karena beroperasi di kawasan wilayah adat,” singkatnya. (DY/FN)