Slide Gambar

Sejarah Kampung Purun Banjarbaru: Pernah Dilarang hingga Jadi Ciri Khas

waktu baca 3 menit
Selasa, 20 Jul 2021 20:39 0 Musa Bastara

POJOKBANUA, BANJARBARU – Kampung Purun, salah satu destinasi wisata di Banjarbaru yang direkomendasikan untuk dikunjungi.

Kendati demikian, kemungkinan sebagian orang masih belum mengetahui sejarah tempat tersebut.

Dulunya, bahan baku purun sempat mengalami kendala saat perusahaan tambang intan PT. Galuh Cempaka masih beroperasi. Sebab, melarang masyarakat mencari bahan baku. Ketika perusahaan itu sudah berhenti, sehingga aktivitas menganyam purun kembali menggeliat.

Sejak tahun 2016, saat itu kampung ini di pimpin oleh Muhammad Agus Adrian selaku Lurah setempat, mengajak warganya untuk mengangkat kerajinan purun sebagai ciri khas sekaligus menjadi nilai branding Kelurahan Palam.

Info Iklan

Namun, sebelumnya kampung ini juga memang sudah memanfaatkan tanaman purun sebagai kerajinan, meskipun hanya berupa anyaman tikar purun.

Seiring berjalannya waktu, setiap Kelurahan di Banjarbaru ditargetkan harus mempunyai satu produk unggulan. Kemudian, meningkatkan kreativitas pengrajin di sana dengan berbagai pelatihan sampai sekarang.

Hingga akhirnya, baik para wisatawan, peneliti dan mahasiswa dalam tugas observasi kerap berkunjung ke kampung ini.

Terpantau pojokbanua.com, Minggu (18/7/2021), tampak sejumlah ibu-ibu sedang menganyam purun sembari bersenda gurau di Galeri Galoeh Tjempaka.

Tanaman ramping yang biasa tumbuh liar di rawa-rawa itu, bisa disulap menjadi kerajinan bernilai ekonomis.

Tentunya, proses sebelum menjadi produk anyaman purun pun tidaklah mudah. Biasanya, mereka mengambil tanaman purun yang tumbuh di belakang rumah atau membelinya dari petani purun.

Seikat purun dijual dengan harga Rp 7 ribu. Kemudian, tanaman purun tadi dikeringkan di depan rumah.

“Jika cuaca panas, kadang hanya tiga hari. Tapi kalau cuaca lembab atau hujan, bisa lebih lama,” tuturnya.

Setelah dikeringkan, purun akan melalui proses penumbukan. Beruntung, sekarang sudah 5erdapat mesin penumbuk purun yang digerakkan oleh mesin diesel.

Hal ini sangat membantu mereka dalam menumbuk purun sebelum diolah menjadi aneka anyaman. Namun purun akan diwarnai terlebih dahulu sebelum siap diolah.

“Purun itu dapat dibuat menjadi tikar, dompet, tas, bakul, tempat botol dan lain-lain. Harganya mulai dari Rp 5 ribu hingga ratusan ribu,” ungkap Pengrajin Purun, Maimunah.

Hingga kini, terhitung sudah ada lima galeri yang memajang berbagai jenis produk kerajinan purun tersebut. Bahkan, diketahui untuk pemasarannya pun sudah sampai ke luar negeri. Bahkan selain memajang hasil olahan, sekarang para pengrajin menjajakan produk mereka secara online.

Berapa waktu lalu, tempat ini menjadi kampung tematik, Kampung Purun Palam tidak luput dalam usaha pelestarian Pemerintah Kota sebagai wisata unggulan. Serta, menggaet semangat para pengrajinnya. Biasanya diadakan event atau pameran purun.

Belum lama tadi, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya menggelar lomba menganyam purun untuk program Ragam Pesona Budaya Banjar tahun 2021.

“Dalam acara itu, saya memenangkan juara 3,” tutup Maimunah. (MS/PR)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Pojok Banua TV

Infografis

IMG-20221225-WA0006
IMG-20221227-WA0005
PENJUALAN ROKOK BATANGAN
IMG-20221228-WA0020
TIPS AMANKAN DATA
1. Infografis sosmed 10 penyakit
IMG-20221229-WA0030
2. Infografis sosmed 10 penyakit

Pemilu Serentak 2024

Pemilu Serentak 2024

Pemkab Banjar

pemkab banjar

Member JMSI

PWI

Network

LAINNYA