POJOKBANUA – Setiap tahun, sebagian masyarakat suku Jawa merayakan lebaran sebanyak dua kali, yakni lebaran hari raya Idulfitri pada tanggal 1 Syawal dan lebaran ketupat pada 8 Syawal atau sepekan setelah perayaan Idul Fitri.
Dikutip dari CNNIndonesia, lebaran ketupat bukan sekadar untuk makan ketupat bersama keluarga, momen perayaan ini memiliki makna khusus yang penuh filosofi.
Ketupat atau kupat sendiri adalah hidangan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa lalu dikukus hingga matang. Ketupat biasa disantap dengan kuah santan seperti opor ayam atau sapi.
Menurut Guru Besar Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada, Heddy Shri Ahimsa-Putra mengatakan bahwa ketupat sudah ada sejak jaman nenek moyang ratusan tahun lalu.
“Jadi kemampuan orang membuat anyaman untuk wadah itu jauh sebelum Islam masuk, jadi kalo dilihat asal usulnya ketupat itu sudah lama sekali, gak tahu itu dari kapan, mungkin itu sudah ada dari jaman prasejarah,” ujar Heddy, Rabu (19/5/2021).
Heddy menambahkan, hal itu tidak terlepas dari fungsi ketupat yang mudah disimpan dan tahan lama sehingga cocok sebagai bekal untuk berlayar hingga ke berbagai pulau di wilayah sekitar nusantara.
Itulah alasannya ketupat tak hanya populer di Jawa melainkan hingga ke wilayah lainnya di seluruh Indonesia bahkan mencapai regional Asia Tenggara.
“Kalau melihat persebaran ketupat itu cuma ada di wilayah Kepulauan Asia Tenggara karena di Mainland Asia nggak ada, ketupat yang digantung di kapal itu dibawa saat berlayar dari pulau ke pulau karena ketupat menjadi bekal yang sangat praktis,” lanjutnya.
Heddy menambahkan bahwa saat Islam masuk ke Jawa, para Wali Songo terutama Sunan Kalijaga mengajak warganya untuk membuat ketupat saat berlebaran atau yang biasa mereka sebut dengan Bakda Kupat.
Pemilihan ketupat sebagai hidangan wajib saat lebaran tentu bukan tanpa filosofi yang mendasari. Heddy menilai hal tersebut berkaitan dengan kebiasaan orang Jawa yang sering mengotak-atik makna dari suatu kata atau yang biasa disebut dengan Jarwa Dhosok.
Dalam bahasa Jawa, kata ketupat atau kupat berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu ngaku lepat yang artinya mengakui kesalahan dan laku papat yakni empat tindakan.
“Orang Jawa suka bikin seperti itu, nah termasuk kupat itu bisa dimaknai ngaku lepat, mengaku kesalahan ini ada kaitannya dengan Idulfitri di mana orang saling mengakui kesalahan dan memaafkan,” ujar Heddy.
Lebih lanjut Heddy menjelaskan bahwa laku papat atau empat tindakan, masyarakat Jawa mengartikannya dengan empat hal dalam rukun Islam, yaitu sholat, puasa, zakat, dan haji.
“Mengapa demikian, pertama sebelum terbentuk empat sudut itu ada proses membentuk rangkanya dulu nah itulah sebetulnya kalimat syahadat, jadi kalimat syahadat adalah proses membentuk kupat menggunakan dua janur,” ujar Heddy.
“Setelah membaca kalimat syahadat seseorang akan masuk Islam, lalu dia harus menjalani laku empat, dari rukun Islam, jadi kupat itu mengingatkan rukun Islam,” lanjutnya.
Heddy menduga hal itu lah yang menjadi alasan masyarakat muslim Jawa membuat ketupat saat datang hari lebaran.
“Memang ada makna-makna seperti itu, makanya ada lebaran ketupat, bukan lebaran lontong, di Jawa kan nggak ada lebaran lontong, dan itu berlangsung seminggu setelah lebaran, dimulai dari orang ngaku lepat, dan dirayakan dengan makan ketupat,” ujar Heddy.
Tak hanya menjadi sajian di atas meja, ketupat-ketupat yang sudah masak tersebut juga diantarkan ke kerabat terdekat dan kepada mereka yang lebih tua, sebagai simbol kebersamaan.
Namun hal yang paling utama dalam lebaran ketupat adalah prosesi ngaku lepat yang diimplementasikan dengan tradisi sungkeman, yaitu bersimpuh memohon maaf di hadapan orang tua atau yang dituakan. Tahun ini lebaran ketupat jatuh pada 20 Mei atau 8 Syawal1442 H. (PR)
Tidak ada komentar